Situbondo | Dalam upaya Pemerintah Kabupaten Situbondo untuk memberantas prostitusi di eks lokalisasi Gunung Sampan (GS), tampaknya masih jauh dari kata keberhasilan dan tuntas. Meski razia dan penertiban kerap digelar, praktik prostitusi di kawasan tersebut terus berlangsung secara terang-terangan dan terorganisir.
Data di lapangan menunjukkan, aktivitas prostitusi berkedok tempat karaoke ini berjalan setiap hari dalam dua sesi: pukul 10.00–16.00 WIB dan 20.00–02.00 WIB. Tercatat, sebanyak 96 pekerja seks komersial (PSK) aktif melayani pelanggan di 21 wisma yang dikelola para mucikari. Dan masuk kemana saja uang tersebut karena setelah di konfirmasi Bu rt 30 malah menantang media suruh turun langsung ke lokasi biar tau persis mas,..? Paparnya dengan nada menantang.
Praktik ilegal ini bukan sekadar urusan individu. Ada jaringan mucikari yang terstruktur lengkap dengan rincian pengelolaan wisma dan PSK yang mereka kendalikan.
Omzet yang dihasilkan pun tidak sedikit. Dari iuran mingguan sebesar Rp25.000 per PSK, terkumpul sekitar Rp2,4 juta per minggu atau Rp9,6 juta per bulan. Itu belum termasuk sewa kamar Rp30.000 per transaksi, serta iuran bulanan pemilik wisma sebesar Rp250.000. Bila dikalikan 21 wisma, terkumpul tambahan Rp5,25 juta per bulan dan Bu RT juga mengelak setelah di konfirmasi oleh media” coba a tanya ke warga jek perak o matao bilangnya dalam bahasa Madura artinya di suruh tanyakan ke warga jangan cuma tau saja untuk tip LC dari keterangan Bu rt 30 150 ribu dan se sewa room sampai 200 ribu karena pajak mahal ini keterangan dari Bu rt 30 Gunung Sampan ( G S ).
Satpol PP Siapkan Operasi Gabungan Besar
Menanggapi fakta tersebut, Kepala Satpol PP Kabupaten Situbondo, Sopan Efendi, SSTP.,M.Si. menegaskan pihaknya sudah menyiapkan langkah konkret. Dan paling mengagetkan lagi dari keterangan Bu RT 30 setelah di minta keterangan lewat WhatsApp dia menyampaikan kepada tim media terkait pajak bulanan dari pihak Bappeda sekitar 40 %, ujarnya apakah benar kata dari Bu rt 30 ini.
“Langkah konkret Satpol PP sudah jelas. Kami telah melakukan penertiban, dan skenario operasi gabungan berskala besar sudah disiapkan,” tegas Sopan, Kamis (26/6).
Satpol PP juga telah menjalin koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur untuk penanganan dan pembinaan para PSK usai razia.
Isu bahwa praktik prostitusi di GS beroperasi sesuai jadwal juga dibantah. Satpol PP mengaku tidak mengetahui adanya pengaturan jam operasional yang terstruktur.
“Kami tidak mengetahui adanya jadwal tertentu. Kami terus berkoordinasi dengan stakeholder agar tidak terjadi pembiaran,” tegasnya.
Dorong Sinergi Lintas OPD dan Peran Masyarakat
Pihaknya juga mendorong keterlibatan aktif OPD terkait dan masyarakat untuk memutus rantai prostitusi yang membandel di GS.
“Kami dorong OPD pengampu agar bersinergi dengan UPT Dinas Sosial Jatim agar hasil razia bisa ditindaklanjuti secara menyeluruh,” ujar Sopan.
Praktik prostitusi tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam ketenteraman sosial. Pemerintah didesak menutup semua celah yang memungkinkan praktik ini terus berjalan.
“Diperlukan sinergi semua pihak dan keberanian masyarakat untuk melaporkan agar praktik seperti ini benar-benar bisa dihentikan,” pungkasnya.
Warga Situbondo yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan “Kalau tetap jalan meski dirazia berkali-kali, pertanyaannya cuma satu: siapa bekingnya? Jangan-jangan aparat justru jadi tameng, bukan penegak hukum. “Pungkasnya. ( Tim sembilan ).