Angka Perceraian di Bojonegoro Dominan Naik Dari Tahun Yang Lalu

Bojonegoro,l Hukumkriminal.com – Tingkat perceraian di Kabupaten Bojonegoro dari tahun ke tahun terus meningkat, Dominasi peningkatan perceraian tersebut kebanyakan dari faktor ekonomi, pendidikan, dan kurangnya persiapan menuju rumah tangga, karena minimnya ketrampilan yang dimiliki sehingga berdampak faktor ekonomi, kegagalan dalam perkawinan rata – rata usia 30 tahun kebawah, rasa tanggung jawabnya kepada keluarga karena beban ekonomi yang meningkat pada akhirnya memilih untuk meninggalkan anak dan istrinya.

Seperti yang di alami Sumirah (30 ) warga Jono Kecamatan Temayang,kepada media ini Senin 19/6/2023 pagi menuturkan ” Suaminya sudah 3 tahun meninggalkan istri dan ketiga anaknya, hal tersebut juga di picu lemahnya ekonomi sehingga lambat laun merasa hidupnya semakin berat dipilih meninggalkan keluarganya, selain itu Sumirah mengaku suaminya tersebut laki – laki yang tidak bertanggung jawab, karena sudah tega dengan anak – anaknya, “ujarnya

Sementara peningkatan Perceraian dari data Yang di himpun media ini dari Pengadilan Agama Bojonegoro, di tahun 2021 angka perceraian 3510 kenaikan di tahun 2022 menjadi 3724 di tahun 2023 sampai bulan mei sudah 1546 belum ada pertengahan tahun sudah tembus angka setinggi itu

Selain Itu Drs, H Solikin jamil, SH, MH, selaku Panitra Pengadilan Agama Bojonegoro, saat di temui Hukumkriminal.com mengatakan “Data perceraian yang masih cukup besar di Kabupaten Bojonegoro, jika di bandingkan jumlah orang yang menikah , serta jumlah penduduk yang ada di Bojonegoro maka data di atas menunjukan bahwa, data perceraian di Bojonegoro masih tinggi, kita tau data tersebut rata – rata umurnya dibawah 30 tahun usianya, lamanya pernikahan dengan perceraian rata – rata usia pernikahannya baru tuju tahun, itu artinya lamanya menikah dengan perceraian sangat pendek,

“Menambahkan problem terbesar perceraian tersebut adalah masalah ekonomi, kemiskinan dan kebodohan yang selalu dominan menyebabkan perceraian, itulah akar permasalahannya, sehingga turunannya pasti merasa susah, karena dia miskin gak punya kerjaan tetap, kebutuhan banyak penghasilan tidak ada, lalu bertengkar karena pendidikannya rendah, masalah yang seharusnya tidak menjadi permasalahan akhirnya jadi masalah , inilah problem besar yang perlu kita pahami, kerena data kami rata – rata yang Dominan yang melakukan Perceraian adalah lulusan SMP karena belum adanya ketrampilan sehingga persiapan kesejahteraannya belum ada pada akhirnya pertengkaran berujung ke perceraian “pungkasnya

(Aji)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *