Hartono Kades Ngasem Tampil Di karnafal HUT RI Ke 77 Dengan Tema BALI Exsotic

BOJONEGORO | Hukumkriminal.com – Dalam rangka memeriahkan HUT RI Ke 77 Pemdes Ngasem, dan semua elemen masyarakat Desa Ngasem Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro, turut tampil di karnafal dengan mengambil tema BALI EXSOTIC Rabu 31/8/22 sore

 

Dengan mengarak patung Ogoh Ogoh , Pengertian Ogoh-Ogoh Dan Fungsinya. Ogoh-ogoh itu sendiri diambil dari sebutan ogah – ogah dari bahasa Bali yang artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. Pada tahun 1983 merupakan bagian penting dalam sejarah ogoh-ogoh di Bali, pada tahun itu mulai dibuat wujud-wujud bhuta kala berkenaan dengan ritual Nyepi di Bali. Ketika itu ada keputusan presiden yang menyatakan Nyepi sebagai hari libur nasional.

Semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan onggokan yang kemudian disebut ogoh-ogoh, di beberapa tempat di Denpasar. Budaya baru ini semakin menyebar ketika ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.
Definisi Ogoh-Ogoh
Buat orang awam ogoh-ogoh adalah boneka raksasa yang diarak keliling desa pada saat menjelang malam sebelum hari raya nyepi (ngerupukan) yang diiringi dengan gamelan bali yang disebut Bleganjur,
Kemudian untuk dibakar.

Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan. Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan; biasanya dalam wujud Rakshasa.

Selain wujud Rakshasa, Ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti: naga, gajah,, Widyadari, bahkan Dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat.
Ogoh-ogoh didefinisikan sebagai ondel-ondel yang beraneka ragam dengan bentuk yang menyeramkan.

Ogoh-ogoh adalah patung yang berukuran besar yang tebuat dari bubur kertas dan bahan
pelekat yang biasanya dibuat oleh kaum remaja Bali sebagai suatu bagian dari perayaan tahunan “upacara pembersihan” (ngerupukan), yang dilaksanakan sehari sebelum Hari Nyepi.

Proses ini melambangkan keisyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang sangat dahsyat, kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung ( alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia) dalam pandangan Tattwa ( filsafat) kekuatan ini dapat menghantarkan makhluk hidup khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran, semua itu tergantung manusianya sendiri.

“Hartono Kades Ngasem, sengaja mengangkat Budaya Bali, karena budaya di Indonesia ribuan budaya yang ada, berpedoman kepada Pancasila, Bhineka Tunggal lka beda suku,beda adat ,beda budaya, beda Agama tetapi satu Bangsa, Bangsa Indonesia”pungkasnya (aji)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *