Kasus Limbah B3 Medis RSUD Bethesda “Polres Nias titipkan Bukti di Thomsen Nias, dr. Noferlina Zebua

Gunungsitoli l Kasus dugaan pengelolaan limbah medis ilegal RSUD Bethesda Gunungsitoli memasuki babak baru. Direktur RSUD dr. M. Thomsen Nias, dr. Noferlina Zebua, mengonfirmasi bahwa pihak Kepolisian Resor (Polres) Nias telah menitipkan alat bukti limbah medis dari RSU Bethesda di Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah medis RSUD dr. M. Thomsen Nias. Senin 02 Juni 2025

Penitipan barang bukti ini dilakukan setelah Polres Nias mengajukan permohonan resmi, menyusul empat karyawan RSU Bethesda telah diamankan sebelumnya pada 20 Mei 2025 lalu saat diduga membuang limbah medis Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) secara ilegal di Desa Ombolata Simenari, Gunungsitoli Selatan.

“Penyidik Polres Nias menitipkan barang bukti tersebut karena limbah medis B3 tidak dapat disimpan atau diletakkan sembarangan. Harus di TPS, dan itu hanya ada di RSUD dr. M. Thomsen Nias untuk Kepulauan Nias dan juga yang terdekat dengan Polres Nias,” jelas dr. Noferlina melalui pesan WhatsApp pada Minggu (1/6/2025).

Dalam kesempatan yang sama, dr. Noferlina juga menegaskan bahwa RSUD dr. M. Thomsen Nias tidak memiliki kerja sama dengan RSU Bethesda terkait pengolahan limbah medis. Konfirmasi ini memperkuat dugaan bahwa RSU Bethesda tidak memiliki fasilitas pengolahan limbah sendiri yang memadai atau tidak menggunakan jasa pengolah limbah berizin sesuai standar.

Sebelumnya, dalam insiden penangkapan, Polres Nias juga telah menyebutkan PT. Sumatera Deli Lestari Indah dan PT Indostar Cargo sebagai pihak rekanan RSU Bethesda dalam pengelolaan limbah. Namun, status perizinan dan kepatuhan kedua rekanan ini masih menjadi pertanyaan besar.

Menanggapi perkembangan terbaru ini, Sekretaris Forum Aliansi Rakyat Peduli Kepulauan Nias (FARPKeN), Helpin Zebua, menyatakan komitmen pihaknya untuk terus mengawal kasus ini, sekaligus mempertanyakan bagaimana proses pengelolaan limbah RSU Bethesda dilakukan pasca-penangkapan.

“Saat ini kan RSU Bethesda masih beroperasi seperti biasa, nah limbahnya bagaimana ya, pengelolaannya seperti apa, apakah masih seperti itu?” tanya Helpin. “Dan kenapa hingga saat ini pemerintah kota hanya diam saja tanpa memberikan penjelasan kepada publik tentang langkah yang telah mereka lakukan serta tindakan mereka terhadap rumah sakit seperti apa?”

Helpin Zebua juga menyoroti dugaan afiliasi kepemilikan RSU Bethesda dengan unsur kekuasaan di eksekutif dan legislatif daerah. “Hal ini sangat menentukan, apalagi diduga kekuasaan eksekutif dan legislatif di tingkat daerah khususnya Kota Gunungsitoli merupakan pemilik rumah sakit tersebut,” ungkapnya.

Sebagai lembaga swadaya masyarakat yang berfokus sebagai sosial kontrol di Kepulauan Nias, Helpin Zebua menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh dibiarkan “dingin” begitu saja. Ia menekankan pentingnya transparansi dan keterbukaan informasi terhadap penegakan hukum di kepolisian dan juga di pemerintahan kota.

“Meskipun layanan kesehatan di RSU Bethesda sangat membantu masyarakat dan memberikan kontribusi untuk Kota Gunungsitoli sebagai investasi, namun hal tersebut bukan berarti menutupi pelanggarannya pada pengelolaan limbah medis yang tidak sesuai dengan aturan,” pungkas Helpin. “Karena limbah medis atau B3 adalah bom waktu yang artinya dampaknya hari ini tidak terasa, namun jika dibiarkan terus-menerus suatu hari akan sangat memiliki dampak negatif yang sangat berbahaya baik terhadap lingkungan dan manusia.”

Kasus ini kini menjadi ujian serius bagi penegakan hukum lingkungan dan komitmen pemerintah daerah Kota Gunungsitoli dalam melindungi kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan dari bahaya limbah medis B3. Publik menantikan langkah konkret selanjutnya dari Polres Nias, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Kesehatan, serta penjelasan transparan dari Pemerintah Kota Gunungsitoli. (TZ 𝚃𝚒𝚖 𝚂𝚎𝚖𝚋𝚒𝚕𝚊𝚗)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *