Laporan Terhadap Liusman Dipertanyakan: “Jangan Bawa Nama Wartawan Jika Tak Paham Etika”

Telukdalam | HukumKriminal.com – Isu sengketa antara sesama wartawan kembali memanas. Dalam kasus yang menyeret nama Liusman Ndruru dan pelapor Waoli Lase (WL), muncul sejumlah pertanyaan serius terkait legal standing, profesionalisme, dan pemahaman terhadap hukum yang seharusnya dijunjung oleh insan pers. 28 Agustus 2025

Salah satu pernyataan yang mencuat kuat dari tim hukum Liusman adalah:
“Tolong jangan bawa-bawa nama organisasi atau wartawan jika tidak menjalankan profesi dengan benar. Tegakkan kebenaran dengan cara yang benar.”
Pernyataan ini menyentil keras dugaan upaya sebagian oknum menggunakan nama wartawan dan organisasi pers sebagai tameng untuk kepentingan pribadi, di luar konteks dan kaidah hukum yang berlaku.
Ditekankan pula, saat seseorang menerima SK pengangkatan sebagai jurnalis dan memegang Kartu Tanda Anggota (KTA) pers, maka ia telah memikul tanggung jawab moral dan etik dalam menjalankan profesinya secara mulia. Diam terhadap kejahatan, apalagi memanipulasi jalur hukum demi balas dendam pribadi, sama saja menyetujui kejahatan itu sendiri.
Legal Standing Dipertanyakan: Siapa WL dalam Kasus Ini?
Kuasa hukum Liusman menyoroti dua poin utama dalam laporan WL:
Legal Standing WL: Apakah ia membuat laporan atas nama pribadi atau mewakili organisasi media? Jika mewakili organisasi, mana mandatnya? Jika pribadi, di mana bukti kerugian secara langsung?
Pasal yang Disangkakan: Laporan WL menggunakan Pasal 45 ayat (4) jo Pasal 27A UU No.1 Tahun 2024 (perubahan kedua atas UU ITE No. 11 Tahun 2008) tentang pencemaran nama baik. Namun, bukti yang dilampirkan hanya berupa screenshot unggahan Facebook, yang tidak menyebutkan nama individu secara eksplisit, melainkan hanya menggunakan istilah umum “oknum wartawan”.
“Kalimat Liusman pun menggunakan kata ‘oknum’. Tidak menyebut WL secara spesifik. Maka unsur pencemaran nama baik belum terpenuhi secara hukum. Apalagi hukum menegaskan bahwa pencemaran harus merugikan seseorang secara personal, bukan kelompok atau profesi umum,” jelas pengacara Efri Darlin M. Dachi,
Kontruksi Hukum Dinilai Kabur dan Cacat Formil
Menurut Efri, laporan ini memiliki kontruksi hukum yang lemah dan kabur, bahkan disebut sebagai:
“Lex dubia, reus incerta est” – Hukum yang kabur, tidak pasti.
Ia juga mempertanyakan profesionalitas penyidik Polres Nias Selatan yang menerima laporan tersebut.
“Seharusnya penyidik terlebih dahulu menilai kelayakan legal standing pelapor. Kalau memang tidak kuat dasar hukumnya, laporan itu seharusnya ditolak, bukan diproses. Ini bisa dikategorikan sebagai bentuk error personal atau pelanggaran prosedur,” ujarnya.
UU ITE Tak Berlaku untuk Kelompok Profesi
Dalam penjelasannya, Efri menekankan bahwa Pasal 45 ayat (4) jo Pasal 27A UU ITE tidak dapat diberlakukan terhadap organisasi, komunitas, atau profesi secara kolektif.
“Undang-Undang ITE menyasar subjek hukum perorangan, bukan grup profesi seperti wartawan secara umum. Jika tidak ada nama individu yang dicemarkan dan kerugian yang jelas, maka unsur pidana tidak terpenuhi,” tegasnya.
Seruan untuk Profesionalisme dan Evaluasi Kinerja Penyidik
Tim hukum Liusman menyarankan agar penyidik yang menangani kasus ini diminta klarifikasi oleh Propam atau Polda Sumatera Utara, guna menilai apakah prosedur telah berjalan sesuai hukum.
“Jika laporan tidak memenuhi unsur, Liusman berhak menolak diperiksa dan dapat melaporkan balik WL serta menyurati Polda Sumut dan Propam Mabes Polri atas dugaan ketidakprofesionalan penyidik,” ujar Efri.
Penutup: Jangan Gunakan Profesi Pers untuk Balas Dendam Pribadi
Kasus ini kembali menjadi refleksi bagi dunia jurnalistik, bahwa wartawan bukan hanya menyandang profesi, tapi juga tanggung jawab etik dan moral. Pelaporan antar sesama wartawan, apalagi hanya karena keberatan terhadap tulisan di media sosial, seharusnya diselesaikan melalui Dewan Pers, bukan melalui kriminalisasi.
“Jika kalian benar wartawan, jangan sembarangan gunakan nama organisasi. Karena sumpah dan KTA itu bukan alat politik atau balas dendam. Itu amanah, itu kehormatan,” pungkas efri
(NS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *