LBH Pers: Keselamatan Jurnalis harus Sinkron dengan UU Kesalamatan Kerja

Jakarta l HukumKriminal.com – Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin, mengatakan bahwa aspek keselamatan bagi jurnalis harus tersinkronisasi dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

“Selama ini kita bicara keselamatan, tetapi definisi keselamatan belum tersinkronisasi khususnya Undang-Undang Keselamatan Kerja, yang mana keselamatan kerja mencakup cukup luas, ya, dari aspek industrial hingga kekerasan,” kata Ade, Kamis (28/3/2024) di Jakarta.

Menurut Ade, aspek keselamatan untuk jurnalis harus dibicarakan secara komprehensif.

“Jadi keselamatan jurnalis bukan cuma kekerasan, tetapi keselamatan terhadap lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan berbagai macam lainnya,” kata Ade.

Terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi jurnalis saat mengalami kekerasan, sehingga berpengaruh terhadap keselamatannya.

“Tantangan yang cukup besar yang dialami oleh teman-teman jurnalis, ketika berhadapan dengan hukum, yaitu, pertama, adalah keengganan teman-teman jurnalis yang jadi korban untuk melaporkan tindak pidana itu kepada pihak berwajib,” kata Ade.

Jurnalis, kata Ades, enggan melaporkan karena melihat kasus-kasus yang dilaporkan terdahulu tidak memiliki progres yang cukup signifikan.

“Perusahaan pers mencabut laporan untuk tidak melanjutkan kasus kekerasan tersebut, karena mempertimbangkan proses hukum yang memakan waktu tidak sebentar,” kata Ade.

“Seperti mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, sampai persidangan membutuhkan waktu yang panjang. Dan ketika sudah berkomitmen melakukan proses hukum, maka dia harus berkomitmen hadir dalam setiap proses itu, baik ketika dipanggil pihak penyidik dia harus datang, persidangan juga harus datang. Pertimbangan efektivitas atau waktu itu juga jadi pertimbangan mereka untuk menarik diri,” imbuh Ade.

Ade mengingatkan, tidak seharusnya kekerasan yang mengancam keselamatan jurnalis dibiarkan seperti itu.

“Di aspek yang lebih jauh sebenarnya itu merugikan terhadap kekerasan yang terjadi karena bisa membuat pembiaran terhadap kasus-kasus kekerasan,” kata Ade.

(Erfa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *