Jakarta l HukumKriminal.com – Wakapolri Komjen Pol Agus Andrianto, mengukuhkan komitmen perlindungan terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Dalam sebuah acara ramah tamah bersama media di Hotel Rinra Makassar, Sulawesi Selatan, beberapa pekan lalu.
Agus menegaskan, bahwa produk jurnalistik yang dihasilkan secara legal oleh penerbit pers yang sah tidak dapat diproses secara pidana.
Pernyataan ini menjadi sorotan penting di tengah konteks kebebasan pers yang terus-menerus menjadi perdebatan di Indonesia.
“Produk jurnalistik, ketika disusun melalui mekanisme jurnalistik yang legal, harus dihormati dan tidak bisa dijerat oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),” kata Agus, Rabu (13/3/2024) di Jakarta.
“Kita harus menghormati kesepakatan antara kepolisian dan Dewan Pers,” imbuh Agus.
Kesepakatan tersebut, kata Agus, melindungi pemberitaan yang dihasilkan oleh perusahaan pers yang diakui oleh Dewan Pers.
Sementara itu, Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia Irjen Pol Dedi Prasetyo, menyoroti perbedaan antara media sosial dan media massa siber.
Menurut Dedi, media sosial sering kali dibuat tanpa konfirmasi atau klarifikasi, sedangkan media massa siber memiliki proses yang berbeda.
Media perusahaan pers yang sah dapat dikonfirmasi dan dimintai klarifikasi jika terjadi kesalahan dalam pemberitaan.
Namun, tantangan terbesar bagi media saat ini, adalah penyebaran konten hoaks dan tidak bertanggung jawab di media sosial.
Dalam konteks politik, terutama menjelang Pemilu 2024, media dihadapkan pada tanggung jawab yang besar untuk memerangi konten yang dapat merusak informasi dan mempengaruhi opini publik.
Mantan Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Dedi Prasetyo, menegaskan bahwa produk jurnalistik memberikan kontribusi positif dengan memberikan sosialisasi, edukasi, dan pencerahan bagi masyarakat.
Sebaliknya, konten di media sosial sering kali tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam era di mana kecepatan informasi di media sosial bisa mencapai batas yang tidak terbatas, penting bagi media untuk tetap mempertahankan standar jurnalistik yang tinggi.
“Produk jurnalistik harus bisa dipertanggungjawabkan dengan baik melalui proses klarifikasi dan konfirmasi yang tepat,” kata Dedi.
Pernyataan tajam dan jelas dari Wakapolri ini, kata Dedi, menegaskan komitmen untuk melindungi kebebasan pers dan mendorong media untuk bertanggung jawab dalam menyajikan informasi kepada masyarakat.
“Ini bukan hanya tanggung jawab media, tetapi juga sebuah panggilan untuk semua pihak untuk bersama-sama memerangi penyebaran informasi palsu dan hoaks yang dapat merusak demokrasi dan kebenaran,” kata Dedi.
(Erfa)