Bangka Belitung l HukumKriminal.com – Minggu, 19 Mei 2024. Tim media mengutip dari pemberitaan online. Adanya Aktivitas puluhan ponton tambang ilegal, yang telah berani menghancurkan Hutan Bakau/Mangrove di daerah Semurai, Desa Kumbung Lepar Ponggok, Kepulauan Bangka Belitung. Yang dilakukan oleh oknum- oknum yang tidak bertanggung jawab Sehingga ekosistem alam menjadi rusak parah .
Yudis yang disebut- sebut sumber sebagai kordinator lapangan dan yang membeli hasil dari tambang ilegal tersebut, adalah Boy, yang sampai saat ini
tidak tersentuh pihak penegak hukum. Seakan dugaan Boy telah melakukan kordinasi dengan pihak- pihak yang terkait.
Padahal pada tanggal 03 Mei 2024 terdapat beberapa instalasi termasuk swadaya masyarakat, melakukan mereboisasi kawasan mangrove ini.
Seakan-akan tidak menghiraukan aturan UUD dan menghancurkan pembibitan yang baru saja ditanam.
Demi keuntungan pribadi sang kolektor berdalih masyarakat yang mau mencari makan.
Mendapat informasi dari masyarakat awak media mengkonfirmasi Yudis melalui via WhatsApp (WA).
Ia mengatakan kalau saya ini kerjaannya di pulau ini, apa tanya saja sama masyarakat dan Kapolsek, imbuhnya.
Untuk menyelusuri Boy selaku pembeli dan pemilik lahan siapa dibalik Punggung Besi Boy, sehingga berani melawan ketentuan hukum yang berlaku.
Artinya, siapakah Bos Besar pembeli timah Boy?.
Team menyelusuri siapa Bos Besar pembeli timah Boy, yang bekerja di hutan bakau tersebut.
Salah satu sumber saat
dikonfirmasi siapa kah Bos yang bersembunyi di belakang layar tersebut,
mengatakan, kalau Yudis sebagai kordinator, dan sebagai pembeli timah ilegal tersebut, adalah Boy,
“Tapi sebenarnya Bos yang paling kuat kebal hukum dan membeli timah ilegal tersebut, Akong warga Toboali,” katanya.
Mendapat informasi tersebut tim media langsung konfirmasi Boy dan Bos Akong, terkait aktivitas tambang ilegal di wilayah Semurai Desa Kumbung Lepar Ponggok
yang menghancurkan hutan bakau,
Apakah dibenarkan Bos Akong, pembeli timah ilegal dari saudara boy.
Namun belum ada balasan dari Boy, begitu juga Bos Akong, masih kita upayakan untuk mengkonfirmasi.
Dalam hal ini melanggar tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan berupa melakukan perusakan lingkungan hidup dan sengaja melakukan usaha/atau kegiatan tanpa izin lingkungan diatur dalam pasal 98 pasal 109 jo. Pasal 116 Ayat(2) UU No.32 Tahun 2009 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan hidup diancam dengan pidana penjara paling singkat 3(Tiga) Tahun dan Paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda Rp 3.000.000.000,00(tiga milyar rupiah) dan Paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Setelah terbit pemberitaan kita, tim media berupaya akan konfirmasi ke Penegak Hukum Kapolda Babel, Gakkum Babel, Krimsus Mapolda Babel,
Kementerian Kehutanan, dan Mabes Polri RI, Danrem Babel, sehingga berita ini dipublikasikan. (Tim)