Survei Integritas Ukur Komitmen Berantas Korupsi

Jakarta l HukumKriminal.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, mengatakan, pelaksanaan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2021 untuk mengukur komitmen kementerian/lembaga/pemerintah daerah dalam pemberantasan korupsi.

“SPI ini berupaya untuk mengukur tingkat integritas kementerian/lembaga/pemerintah daerah atau dengan kata lain SPI ini untuk mengukur tingkat korupsi di setiap kementerian/lembaga/pemerintah daerah melalui persepsi dan pengalaman dari masyarakat langsung dan dari pegawai kementerian/lembaga/pemerintah daerah tersebut,” kata Alex.

Hal tersebut dikatakan Alex, saat menjadi pembicara kunci dalam webinar SPI 2021 “Seberapa Tinggi Tingkat Korupsi di Tempatmu?” disiarkan melalui kanal Youtube KPK, Kamis (14/10/2021).

Menurut Alex, area yang diukur dalam SPI tersebut meliputi pengadaan barang/jasa, jual beli jabatan, layanan publik seperti, perizinan, anggaran fiktif, dan sebagainya.

“Area-area tersebut yang marak terjadi korupsi dan sering ditangani oleh KPK,” tegas Alex.

Survei akan melibatkan pegawai di kementerian/lembaga/pemerintah daerah.

Jadi, survei itu tidak bisa dipilih-pilih, tidak ditunjuk oleh pemerintah daerah atau instansi.

“Masyarakat demikian juga tidak bisa kami pilih, kami lakukan secara acak dan kami juga nanti akan melibatkan narasumber yang independen dari tenaga ahli untuk menilai apa hasil survei tersebut atau untuk menilai sejauh mana kementerian/lembaga/pemerintah daerah itu telah berhasil dalam memberikan pelayanan publik ke masyarakat,” tutur Alex.

Alex menyatakan SPI 2021 dilaksanakan secara masif pada 542 pemerintah daerah dan 98 kementerian/lembaga dengan metode e-SPI atau secara daring.

“Survei yang kami lakukan secara “online” dan sebagian pemerintah daerah terutama yang di Indonesia bagian timur itu akan dilakukan melalui CAPI, yaitu “Computer Assisted Personal Interviewing” secara langsung dengan menggunakan sarana alat elektronik atau sarana komunikasi, misalnya “handphone” kami hubungi secara langsung tetapi prinsipnya kami akan lakukan wawancara,” ujar Alex.

Adapun KPK menargetkan 214.106 responden dalam survei tersebut.

“Dengan target responden sangat besar ada 214.106 responden yang mengisi kuesioner SPI sedangkan yang dikontak melalui “WhatsApp blast” maupun “email blast” itu diminta kesediaan untuk mengisi kuesioner ada sekitar 2 juta orang. Jadi, kami menyebar lewat WhatsApp maupun email,” kata Alex.

Lebih lanjut, Alex juga mengungkapkan hasil SPI pada 2019. Ia menyebut ada 127 instansi terdiri dari 27 kementerian/lembaga dan 100 pemerintah daerah yang mengikuti SPI.

“Hasilnya antara lain 84 kementerian/lembaga/pemerintah daerah itu berada pada tingkat korupsi rendah sedangkan 43 lainnya berada dalam kategori sedang,” tutur Alex.

Selanjutnya, kata Alex, keberadaan calo untuk pelayanan publik ditemukan pada 99 persen instansi peserta SPI 2019.

“Jadi, hampir 125 instansi yang disurvei itu sebetulnya ada calo dalam pelayanan publik tetapi hasil tingkat korupsinya rendah padahal 99 persen itu ditemukan ada calo. Penerimaan gratifikasi pada pelayanan publik ditemukan pada 91 persen instansi ini juga masih tinggi. Artinya masih ditemukan dalam pelayanan publik itu pegawai-pegawai atau pejabat yang menerima imbalan atau sesuatu yang sifatnya itu gratifikasi, ucapan terima kasih atau apapun,” ungkap Alex.

Kemudian, penyelewengan anggaran ditemukan pada 76 persen instansi dan suap dalam lelang jabatan ditemukan pada 63 persen instansi.

“Ini juga menjadi perhatian kami di KPK beberapa kegiatan OTT yang dilakukan KPK itu menyangkut jual beli jabatan dan ini terkonfirmasi dari hasil survei SPI tahun 2019 yang menunjukkan 63 persen instansi itu faktanya ada suap dalam pengisian jabatan. Kemudian satu dari lima pegawai menyatakan terdapat nepotisme dalam penerimaan pegawai, ini hal-hal yang perlu menjadi perhatian,” kata Alex. (Tim Sembilan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *